shiafrica.com

Jutawan Venezuela, Si Orang Miskin Baru

Internasional

Jutawan Venezuela, Si Orang Miskin Baru

Rehia Sebayang, Indonesia
19 June 2018 14:44
Jutawan Venezuela, Si Orang Miskin Baru
Foto: REUTERS/Carlos Jasso
Caracas, Indonesia - Krisis Venezuela semakin memburuk. Meski banyak warganya yang berstatus 'jutawan', sayangnya mereka sebenarnya tidak lebih dari orang miskin.

Elizabeth Torres, salah satu 'jutawan miskin' Venezuela, menatap miris sekotak telur seharga tiga juta bolivars di pasar. "Kami adalah negara dengan banyak jutawan," katanya dengan ironis.

"Kamu disebut jutawan karena kamu harus membayar semahal itu untuk 36 butir telur, namun upah minimum di sini adalah 2,6 juta! Dengan apa yang kamu peroleh setiap bulan, kamu tidak dapat membeli telur-telur itu," katanya kepada AFP.

Hal itu merupakan ironi besar akibat kebangkrutan negara. Venezuela yang merupakan negara dengan cadangan minyak mentah terbesar dunia, pernah menjadi negara terkaya di Amerika Latin. Namun kini Venezuela hanyalah negara 'jutawan', yang kekayaannya dalam bentuk mata uang bolivar, yang hampir tidak ada harganya.

Menurut universitas terkemuka di negara itu, 87% penduduknya sekarang secara resmi berstatus miskin.

Di pasar di pinggiran timur Caracas di Chacao, Torres, seorang pensiunan akuntan yang berusia 64 tahun, merupakan salah satu warga yang kesal akibat hal itu.

Di antara kios sayuran, daging, dan sepatu kulit imitasi, orang-orang mengeluh dengan suara lantang tentang tingginya biaya hidup.

Gaji Torres setara dengan 32 dolar dalam nilai tukar resmi, dan nyaris tidak mencapai satu dolar pun di pasar gelap.


Penduduk Venezuela harus membayar sebanyak tujuh atau delapan digit untuk membeli bahan pokok seperti tepung, beras, roti atau beberapa karbohidrat lain yang cukup bergizi dan mengenyangkan.

Carmen Machado, 57 tahun, dipecat beberapa hari yang lalu dari pekerjaannya di sebuah perusahaan pembersih kantor. Mereka memberinya 5,8 juta bolivar sebagai uang pesangon setelah empat tahun bekerja, katanya. Cukup untuk membeli satu kilo daging.

Penduduk Venezuela dipaksa untuk bersaing dengan harga gila yang naik dua atau tiga kali seminggu.

Akumulasinya mengejutkan. Parlemen oposisi mayoritas mengatakan hiperinflasi mencapai hampir 25.000% dalam 12 bulan terakhir, yang berarti biaya barang sekarang ini 250 kali lebih tinggi dari setahun lalu.
Di sebuah toko hewan peliharaan, Olga Aviles (53), tengah kebingungan memutuskan antara membeli makanan untuk kucingnya atau sekilo daging untuk keluarganya.

"Selalu ada hal tertentu yang harus dikorbankan. Jika membeli satu hal, saya tidak membeli yang lain. Di Venezuela, kami tidak hidup, tapi kami bertahan hidup. Jika Anda membeli biji-bijian, Anda tidak membeli sereal," katanya.

Meskipun pemerintah menjual beberapa makanan bersubsidi di lingkungan yang lebih miskin, dan biaya listrik, air, dan gas sangat murah, namun banyak barang dan jasa dihargai dengan nilai 'dolar hitam' atau dolar pasar gelap, yang bernilai 30 kali lipat dari yang resmi.

Hanya sebagian kecil masyarakat yang memiliki akses ke dolar.


"Kami harus meminta anggota keluarga yang tinggal di luar negeri untuk mengirim sesuatu. Dengan apa yang kami peroleh di sini, kami tidak bisa makan," kata Aurora Gonzalez, 71, yang anaknya bermigrasi dan mengiriminya uang untuk biaya hidup keluarganya.

Presiden Nicolas Maduro, yang pemilihan ulang kontroversialnya pada bulan Mei membuatnya terus menjadi presiden hingga tahun 2025, berpendapat bahwa inflasi Venezuela adalah hasil dari spekulasi dan perang ekonomi yang dirancang untuk melumpuhkan negara itu dan memaksa transisi.

Namun, ekonom Venezuela, Luis Vicente Leon mengatakan krisis disebabkan oleh monopoli valas oleh negara dan harga dan kontrol kurs yang ketat. Pada bulan Maret, Maduro mengumumkan denominasi kembali bolivar, memangkas tiga nol dari nilainya untuk melawan hiperinflasi. Peluncurannya telah ditunda karena sistem perbankan elektronik belum siap dan uang kertas baru yang dijanjikan juga tidak dicetak.

Leon menepis langkah-langkahnya, menyebutnya sebagai 'karya seni fana'.


"Menghapus nol dari mata uang tidak memadamkan sumbu yang menyebabkan hiperinflasi," kata ekonom tersebut.

Banyak penduduk Venezuela yang sudah secara otomatis mengurangi angka nol, "untuk kenyamanan dan untuk efek psikologis. Misalnya, ketika ada biaya 4,5 juta, kami katakan 4.500," kata Olga.

Dilansir dari AFP, pada tahun 2017, Maduro mengumumkan pecahan mata uang 100.000 bolivar baru, yang sekarang tidak dapat lagi digunakan untuk membeli sebutir telur. Sekarang, nilai pecahan uang tertinggi adalah 500 bolivar, yang bisa digunakan membeli kopi.

Bagi Elizabeth Torres dan banyak orang lain yang seperti dia, hal tersebut adalah lelucon yang aneh dan tidak lucu.

"Kami adalah jutawan palsu. Bahkan kami lebih miskin," katanya.
Pages

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat