Pernyataan bersama Menteri Keuangan Janet Yellen, Chairman bank senra AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell dan ketua lembaga penjamin simpanan AS Federal Deposit Insurance Corp (FDIC) Martin Gruenberg menyebut jika nasabah SVB akan memiliki akses ke semua uang mereka pada hari Senin.
The Fed juga mengatakan akan menyediakan dana tambahan bagi bank untuk memastikan mereka memiliki "kemampuan untuk memenuhi kebutuhan semua deposan" melalui "Program Pendanaan Berjangka Bank" yang baru.
Di lain sisi, induk HSBC baru saja mengakuisisi SVB cabang Inggris yang gagal bayar pada Jumat pekan lalu.
Penguatan IHSG juga ditopang oleh berbalik arahnya dua saham besar yakni Resources Tbk (BYAN) dan PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI).
Saham BRI ditutup menguat 0,21% setelah mereka mengumumkan akan membagikan dividen jumbo yakni Rp 51,2 triliun.
Senada dengan IHSG, beberapa bursa Asia-Pasifik juga ditutup di zona hijau. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melonjak 1,95%, Shanghai Composite melesat 1,2%, dan KOSPI Korea Selatan menguat 0,67%.
Namun, indeks Nikkei 225 Jepang ditutup ambruk 2,76%, Straits Times Singapura ambles 1,42%, dan ASX 200 Australia terkoreksi 0,7%.
Dari pasar mata uang. Nilai tukar rupiah akhirnya bangkit dan menguat terhadap dolar AS.
Pada penutupan perdagangan Senin kemarin, mata uang Garuda tercatat menguat 0,55% ke Rp 15.360/US$. Posisi tersebut adalah yang terkuat sejak Selasa pekan lalu (7/3/2023).
Rupiah menguat karena pasar kini berekspektasi The Fed akan melunak setelah krisis SVB dan meningkatnya pengangguran di AS. AS melaporkan tingkat pengangguran meningkat menjadi 3,6% pada Februari 2023 dari 3,4% pada Januari 2023.
Indeks dolar AS pada Kamis dan Jumat pekan lalu indeks dolar AS merosot lebih dari 1%, setelah adanya kabar SVB kolaps. Pelemahan indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini berlanjut 0,66% sore kemarin.
Perangkat FedWatch milik CME Group, pasar saat ini melihat The Fed hanya akan menaikkan suku bunga 25 basis points (bps), melemah dari probalitas sebelumnya yakni 50 bps.
Sementara itu dari pasar SBN, investor makin memburu surat utang pemerintah tersebut. Sinyal tersebut ditandai dengan semakin menurunnya yield atau imbal hasil.
Imbal hasil Surat Utang negara (SUN) tenor 10 tahun melandai 69 points ke 6,89% kemarin. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 1 Maret 2023.
Imbal hasil SBN berkebalikan dengan harga. Imbal hasil yang menurun menandai SBN tengah dicari dan dibeli sehingga harganya naik. Dengan harga yang naik, imbal hasil pun akan menurun.
Dari bursa Amerika Serikat (AS), bursa utama mereka ditutup beragam setelah bergerak sangat volatile pada awal pekan ini, Senin (13/3/2023).
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 90,50 point atau 0,28% ke posisi 31.819,14. Artinya, indeks sudah melemah dalam lima hari perdagangan beruntun.
Indeks S&P juga ditutup melemah 0,15% atau 5,83 poin ke 3.855,76. Hanya indeks Nasdaq yang ditutup menguat 49,95 poin atau 0,45% ke posisi 11.188,84.
Bursa Wall Street bergerak sangat volatile sejak awal perdagangan kemarin. Ketiga bursa semula dibuka di zona hijau tetapi kemudian bergerak beragam. Lima menit kemudian semua indeks bergerak di zona merah.
Indeks Dow Jones dan S&P ambruk karena pasar masih khawatir dengan krisis yang menimpa SVB dan Signature Bank. Di sisi lain, krisis pada kedua bank diperkirakan akan membuat The Fed melunak dalam menaikkan suku bunga.
Signature Bank diambilalih otoritas keuangan pada Minggu (12/3/2023) setelah adanya penarikan dana besar-besaran pada nasabah hingga mencapai US$ 10 miliar.
Bank yang memiliki banyak nasabah di sektor real estate tersebut memiliki aset senilai US$ 110, miliar dan simpanan sebesar US$ 88,59 miliar per akhir 2022.
Akibat dari penutupan dua bank, sektor finansial menjadi sektor yang paling merah kemarin.
Perdagangan beberapa saham perbankan bahkan harus dihentikan beberapa kali karena volatilitas yang sangat tajam.
Bank-bank besar AS kehilangan nilai pasar lebih dari US$ 70 miliar kemarin dalam hal nilai market saham. Total nilai market yang hilang diperkirakan menyentuh US$ 170 miliar sejak Kamis pekan lalu.
Di antara saham sektor keuangan yang tumbang adalah saham First Republic Bank(FRC) yang ambruk 61,8% dan saham Western Alliance Bancorp (WAL) yang terjun 47,1%.
Saham Comerica Inc. (CMA) ambles 27,7% dan PacWest Bancorp. (PACW) anjlok 21,1%.
Menyusul terjadinya krisis pada SVB dan Signature Bank, Presiden AS Joe Biden menggelar konferensi pers pada Senin siang waktu setempat.
Biden memastikan jika pemerintah akan melakukan semua upaya untuk menjamin dana nasabah.
Pernyataan Biden tersebut berselang beberapa jam setelah Menteri Keuangan, Fed, dan Lembaga Penjamin Simpanan FDIC mengeluarkan pernyataan bersama.
Namun, pernyataan tersebut belum mampu menekan kekhawatiran nasabah dan investor.
"Warga AS bisa meyakini jika sistem bank (AS) aman. Simpanan Anda akan tetap di sana sampai Anda membutuhkannya. Kami bisa yakinkan kepada Anda jika kami tidak akan berhenti di titik ini. Kami akan melakukan apapun yang dibutuhkan," tutur Biden, dikutip dari Reuters.
Merujuk pada aturan, simpanan bank yang dijamin FDIC hanya sebesar US$ 250.000 atau sekitar Rp 3,84 miliar (kurs US$1=Rp 15.360).
Biden juga menegaskan jika pemerintah AS akan melakukan langkah cepat sepanjang pekan ini untuk memastikan sistem perbankan tetap berjalan aman.
Dia juga akan menemui kongres AS dan regulator lain untuk memperkuat aturan perbankan.
Analis dari Cherry Lane Investment, Rick Meckler, penyataan Biden dan kesepakatan bersama otoritas lain membuat pelaku pasar berpikir dua hal.
"Ketika ada langkah besar yang diambil dan dengan waktu yang cepat, yang terlintas pertama mungkin adalah bahwa krisis akan teratasi. Namun, kemudian kita berpikir sebenarnya krisis ini sebesar apa sampai harus diambil penanganan yang sangat besar," tutur Meckler, dikutip dari Reuters.
Investor dan pelaku pasar keuangan dalam negeri mesti mencermati sejumlah sentimen penggerak pasar hari ini, terutama yang datang dari Wall Street.
Wall Street bergerak sangat labil kemarin karena kekhawatiran nasabah dan investor belum sepenuhnya reda.
Presiden Biden, Yellen, Powell, dan Ketua FDIC Gruenberg memang sudah mengeluarkan pernyataan yang berusaha menenangkan pasar.
Mereka memastikan dana nasabah akan aman. Otoritas juga memastikan mereka tidak akan tinggal diam dan akan mencegah dampak lebih luas dari krisis SVB dan Signature Bank.
Dampak penutupan kedua bank sudah merembet ke bank-bank lain, berupa penurunan saham yang sangat tajam. Di antaranya adalah saham First Republican Bank yang ambruk 61,8% dan saham Western Alliance Bancorp yang terjun 47,1%.
Ditutupnya Signature Bank juga menimbulkan kekhawatiran baru karena bank tersebut banyak bergerak di sektor real estate yang banyak menopang sektor lain.
Kekhawatiran tersebut dikhawatirkan akan menular ke Indonesia mengingat besarnya dampak krisis SVB dan Signature Bank ke pasar AS.
Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan penutupan SVB tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia yang memiliki kondisi yang kuat dan stabil.
Perbankan Indonesia juga tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.
Bank-bank Tanah Air juga memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto.
"Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan Industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat," tutur Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, dalam keterangan resmi.
Selain sentimen dari krisis SVB, investor juga mesti mencermati laju inflasi AS.
Malam nanti, AS akan mengumumkan data inflasi Februari 2023. Sebagai catatan, inflasi AS menembus 6,4% (year on year/yoy) pada Januari 2023 atau di atas ekspektasi pasar.
Ekspektasi pasar memperkirakan inflasi AS akan melandai ke 6,0% pada Februari 2023.
Tingginya inflasi pada Januari menjadi alasan Powell untuk menegaskan sikap hawkish The Fed.
Berbicara di depan senat pada pertengahan pekan lalu, Powell menegaskan jika The Fed tidak ragu untuk menaikkan suku bunga acuan lebih tinggi dalam periode yang lebih lama.
Namun, pasar kini berekspektasi The Fed akan melunak meski inflasi mungkin tidak akan turun secepat kemauan bank sentral AS.
Krisis SVB kemungkinan akan mengubah scenario kenaikan suku bunga acuan The Fed. Ekspektasi pasar mengenai kenaikan suku bunga AS dengan cepat berubah dari kenaikan sebesar 50 bps menjadi 25 bps.
The Fed sendiri akan menggelar rapat pada 21-22 Maret mendatang untuk menentukan suku bunga.
Pekan lalu, pasar berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps bulan ini. Namun, dengan apa yang terjadi pada SVB, ekspektasi kini melandai kepada kenaikan sebesar 25 bps.
Terlebih, angka pengangguran AS juga meningkat pada Februari 2023 menjadi 3,6%, dari 3,4% pada bulan sebelumnya.
Sebagian pelaku pasar bahkan memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga paling tidak sebesar 75 bps pada tahun ini sehingga suku bunga akan berada di 4-4,25% pada akhir tahun.
Sebagai catatan, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 450 bps dalam setahun terakhir menjadi 4,5-4,75%.
"Krisis SVB benar-benar membuat shock dan akan menjadi pertimbangan The Fed. Krisis tersebut sudah menjadi game changer bagi kebijakan The Fed," tutur Gina Bolvin, president of Bolvin Wealth Management, dikutip dari International
Jika inflasi melandai AS melandai maka hal itu bisa menjadi katalis positif bagi pasar keuangan Indonesia.
Inflasi yang melandai akan menjadi pertimbangan The Fed mengurangi agresivitasnya.
Kebijakan moneter The Fed yang lebih dovish akan menguntungkan Indonesia karena arus modal asing diharapkan akan beras masuk ke pasar Indonesia sehingga kinerja IHSG, rupiah, dan pasar SBN akan terdongkrak.
Masih dalam negeri, hari ini juga ada tiga Rencana Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan hari ini yakni RUPS PT Bank Ganesha (BGTG), PT Bank Mandiri (BMRI), dan PT Mora Telematika Indonesia(MORA).
Hasil RUPS Bank Mandiri adalah yang paling dinanti mengingat besarnya market cap pada BUMN tersebut.
Kementerian Keuangan hari ini juga akan menggelar kongerensi pers APBN Kita untuk memaparkan kinerja APBN hingga Februari 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani diperkirakan juga akan menyampaikan pandangannya mengenai krisis SVB dan dampaknya kepada ekonomi Tanah Air.
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas William Surya Wijaya memperkirakan IHSG akan bergerak di kisaran 6721-6802 pada hari ini.
"Pola pergerakan IHSG saat ini masih terlihat berada dalam rentang konsolidasi wajar di tengah peluang terjadinya koreksi minor. Hari ini IHSG berpeluang tertekan," tuturnya.
Berikut beberapa agenda penting terkait data ekonomi yang akan rilis hari ini:
* Kementerian Keuangan akan menggelar Konferensi Pers APBN Kita Maret 2023 (15:00 WIB)
* Inggris akan mengumumkan data pengangguran hingga akhir Maret 2023
* AS akan mengumumkan data inflasi Februari 2023 (19:30 WIB)
Amerika Serikat akan mengumumkan consumer inflation expectation (22:00 WIB)
Agenda Perusahaan
* RUPS Rencana PT Bank Ganesha (14:00 WIB)
* RUPS PT Bank Mandiri (14:00 WIB)
* RUPS Rencana PT Mora Telematika Indonesia (10:00 WIB)
Berikut indikator ekonomi Indonesia:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q 4-2022 YoY) | 5,01% |
Inflasi (Februari 2023 YoY) | 5,47% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2023) | 5,75% |
Surplus Anggaran (APBN Januari 2023) | 0,43% PDB) |
Surplus Transaksi Berjalan (Q4 2022) | 1,3% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4 2022) | US$ 4,7 miliar |
Cadangan Devisa (Februari 2023) | US$ 140,3 miliar |
INDONESIA RESEARCH
[email protected]